Peranan Sensor Untuk Mengatasi Permasalahan Hasil Penghitungan Suara Pada Pelaksanaan Pemilu

Pemungutan suara merupakan istilah umum yang merujuk kepada mekanisme pengambilan keputusan atau pemberian amanat kepada seseorang yang bisa dilaksanakan secara terbuka maupun tertutup (rahasia). Apabila pemungutan suara dilaksanakan secara terbuka maka para pihak yang punya kepentingan cukup mengangkat tangan, kemudian dihitung jumlahnya. Namun, bila dilaksanakan secara rahasia, pemilih yang punya hak harus mencoblos atau mencontreng pilihannya di bilik suara, kemudian dimasukkan ke dalam kotak suara, dan terakhir dihitung jumlahnya. Pemungutan suara merupakan salah satu mekanisme yang dipilih dalam menjalankan demokrasi. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pemungutan_suara).

Permasalahan utama dalam pemungutan suara adalah tingkat ketidakpercayaan saksi dan peserta pemilu terhadap hasil akhir penghitungan suara. Hingga memunculkan metode pengumpulan dan penyampaian data yang disebut sebagai "Quick Count" atau hitung cepat yang kemudian ternyata masih dipandang kurang cepat dan efektif serta efisien, dan memunculkan upaya penyetingan dalam mekanisme quick count untuk menggiring pada pembentukan opini kemenangan calon tertentu. Adapun pengertian metode Quick Count menurut sumber: https://saintif.com/quick-count, adalah sebagai berikut:

  1. Quick count adalah metode penghitungan untuk mengetahui hasil pemilu secara prediktif dan cepat di hari pemungutan suara.
  2. Quick count juga biasa disebut dengan hitung cepat.
  3. Quick count dilakukan dengan mengambil sampel dari hasil pemungutan suara di beberapa TPS untuk merepresentasikan pola keseluruhan hasil pemungutan suara.
  4. Pada dasarnya, metode yang digunakan dalam quick count serupa dengan yang dilakukan saat survei. Bedanya, dalam quick count yang dihitung adalah hasil pemungutan suara di beberapa TPS.
  5. Sementara dalam survei, yang diperhitungkan adalah preferensi dari beberapa orang yang ditanya dalam survei.
  6. Hasil dari survei memberikan pola perilaku dari para pemilih pada waktu survei dilakukan, sementara quick count memberikan hasil berupa kemungkinan hasil akhir dari perhitungan suara di TPS.
  7. Quick count hanya mengambil beberapa sampel TPS untuk dihitung, bukan keseluruhan TPS. Jadi, ada kemungkinan hasil quick count berbeda dengan hasil penghitungan suara akhir oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum).
  8. Kesesuaian hasil quick count ini sangat bergantung dengan pemilihan sampel yang tepat.

Dari poin diatas dapat diambil kata kunci yaitu sampel, beberapa TPS, memberikan kemungkinan gambaran hasil, namun berbeda dengan hasil penghitungan akhir. Berdasarkan poin-poin tersebut di atas memunculkan spekulasi bahwa hasil quick count dapat dipergunakan oleh suatu oknum atau kelompok tertentu dalam membentuk opini publik. Hasil opini tersebut kemudian dipergunakan untuk memberikan tekanan kelompok untuk menyatakan ketidakpercayaan terhadap hasil akhir penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum.

Perkembangan teknologi di bidang elektronika dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan dalam pekerjaan manusia salah satunya adalah dalam penghitungan suara pada pelaksanaan Pemilu yang masih menggunakan cara pemungutan dan penghitungan kertas suara secara manual. Pada penghitungan dengan cara manual dimungkinkan banyak terjadi ketidakakuratan dikarenakan kesalahan manusia (human error) yang berupa kesalahan penghitungan, kesengajaan, maupun faktor penyebab kesalahan yang lain. Sedangkan pada penghitungan suara secara digital atau elektronik maka kepercayaan terhadap teknologi tersebut yang menjadi persoalan utama. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah "Bagaimana jika seseorang merubah data digital tersebut melalui jaringan internet maupun komputer server?" Dimana data digital tersebut nantinya tidak dapat dibuktikan secara konvensional, yaitu menghitung secara riil jumlah suara pada kartu yang menjadi bukti pilihan.

Solusi dari permasalahan tersebut adalah perpaduan antara metode pemungutan, penghitungan, serta pengumuman hasil pemilihan umum secara konvensional dan metode digital. Hal ini berarti perpaduan antara kecepatan dan ketepatan pengambilan data melalui teknologi yang harus dapat dibuktikan juga secara konvensional. Penggunaan transduser dan sensor dalam sistem ini memiliki peranan yang sangat penting.

Transduser adalah suatu alat yang dapat mengubah suatu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Bentuk-bentuk energi tersebut diantaranya seperti energi Listrik, mekanikal, elektromagnetik, cahaya, kimia, akustik (bunyi), dan panas. Pada umumnya, semua alat yang dapat mengubah atau mengkonversi suatu energi ke energi lainnya dapat disebut sebagai transduser. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Transduser).

Sedangkan sensor memiliki pengertian merupakan alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan sering berfungsi untuk mengukur suatu besaran. Sensor adalah jenis transduser yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor biasanya dikategorikan melalui pengukur dan memegang peranan penting dalam pengendalian proses pabrikasi modern. Sensor memberikan ekivalen mata, pendengaran, hidung lidah dan menjadi otak mikroprosesor dari sistem otomatisasi industri. (Sumber: https://www.slideshare.net/ ilhamdn3/pengertian-sensor-dan-tranduser).

Sensor pada alat bekerja dengan cara membaca kertas suara yang telah dilubangi sehingga memungkinkan pancaran cahaya dari LED inframerah masuk melalui lubang tersebut dan dibaca oleh phototransistor atau photodioda sebagai sinyal masukan awal. Selanjutnya sinyal tersebut dikirimkan ke mikrokontroler dan kemudian data tersebut diolah untuk menampilkan hasil penghitungan pemungutan suara berdasarkan jumlah dari masing-masing kelompok pilihan tersebut ke dalam komputer.

gambar 1:  kotak penghitungan suara pemilu

Berdasarkan hasil simulasi didapatkan bahwa kemampuan pembacaan oleh sensor tergantung pada jarak antara pemancar dan penerima terhadap obyek. Sensor dapat membaca pilihan dengan cara memasukkan kartu dengan beberapa cara yang berbeda-berbeda dan tetap terbaca sebagai pilihan yang benar. Data hasil pemungutan suara ditampilkan pada kolom pilihan dan ditampilkan melalui komputer dengan pemrograman delphi atau visual basic maupun bahasa pemrograman yang lain, setelah sistem ini mengumpulkan penghitungan kertas suara yang ke-100 atau ke-500. Mengapa dirancang demikian? Tentu saja untuk menjaga kerahasiaan dari proses pemungutan suara itu sendiri.

gambar 2 : model rancangan kartu pemungutan suara elektronik

Kertas untuk pemungutan suara di desain seperti pada gambar 2. Lubang pada kertas suara berfungsi agar jumlah keseluruhan kertas suara yang masuk dapat dibaca oleh sensor. Sedangkan hasil pilihan dapat diambil dari lubang pada gambar pilihan yang telah dilubangi oleh peserta pemilu. Ukuran kertas suara adalah panjang 12 cm dan lebar 15 cm, ukuran tersebut sesuai dengan ukuran lubang pada kotak pemungutan suara.

Gambar 3 : Sketsa gambar kotak pemungutan dan penghitungan suara digital

Kotak pemungutan dan penghitungan suara dirancang dari bahan acrylic (ketebalan 2mm) dengan perbandingan 1:2 dengan ukuran kotak suara yang sebenarnya, yaitu tinggi 60 cm, lebar 40 cm, dan panjang 40 cm. Dengan perbandingan tersebut diambil ukuran tinggi 30cm, lebar 20cm, dan panjang 20cm. Gambar 3 menjelaskan ukuran miniatur kotak tersebut.

Gambar 4 : Diagram blok yang menggambarkan hubungan antara sensor, mikrokontroler, dan komputer serta internet.

Penggunaan sensor dalam sistem pemungutan suara yang berlandaskan pada kecepatan dan keakuratan penghitungan, kerahasiaan pilihan, keamanan, serta pembuktian secara konvensional, keempat hal tersebut merupakan tuntutan yang dapat dipenuhi dengan penerapan sistem berbasis digital dan internet tersebut. Kini mewujudkan sistem tersebut bergantung dari kemauan dari pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil pemilihan umum tersebut.

Apabila pemikiran dari pemerintah ataupun partai politik masihlah berkutat dengan memperoleh profit dari sebuah proyek, atau secara sarkas lebih mengutamakan memperoleh keuntungan dari suatu proyek pengadaan ketimbang hasil yang ingin dicapai, maka sistem dengan biaya yang murah dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan pemilu secara konvensional seperti ini tidaklah cocok untuk diterapkan.

Akan tetapi, jika pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan dan hasil pemilu menginginkan kejujuran, kecepatan, dan akurasi dari hasil pemungutan suara, maka sistem pemungutan suara yang mengadopsi perpaduan antara kemajuan teknologi (sensor, mikrokontroler, komputer, serta iot) maka sistem ini sangatlah penting untuk diterapkan sebagai sebuah solusi untuk mengatasi kericuhan pada pra dan paska pemungutan suara yang selalu terjadi di negeri ini.

 

Cerita Silat Padepokan Pencak Tejokusuman dalam episode pertama...baca di https://www.kwikku.com/novel/read/perburuan-pusaka-kanjeng-kyai-suryaraja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upaya Peningkatan Kinerja Melalui Penerapan Teknologi Informasi pada Pelaksanaan Program dan Kegiatan

Penerapan Koperasi Digital Pada Era Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0

Minilab Bahasa Indonesia Digital Sebagai Alat Komunikasi Universal Pemersatu Beragam Suku Bangsa Di Indonesia