Smart Detector: Transparansi Pengolahan BBM untuk Memulihkan Kepercayaan Konsumen
Mengawali
tahun 2025 ini menjelang Bulan Ramadhan, masyarakat dikejutkan dengan berita kasus
oplosan/blending pertalite menjadi
pertamax. Kasus yang ternyata sudah berjalan dari tahun 2019, hingga
terungkapnya di tahun 2025. Hal ini berarti masyarakat dan Negara sudah ditipu
mentah-mentah selama 6 tahun. Kasus yang menyeret para petinggi Perseroan
Terbatas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di negeri ini, jika di total
perorangan saja misal harga pertalite adalah Rp.10.000 per liter dan pertamax
adalah Rp 12.900 per liter, maka selisihnya adalah Rp.2.900 per liter.
Selanjutnya jika penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) perorangan pengendara
motor harian (varian motor paling irit biasanya bensinnya campur, campur dorong
dikit) misal sehari adalah 1 liter dan dikalikan 365 hari ( 1 tahun) kemudian
dikalikan 6 tahun (2019 s.d 2025) tahun maka diperoleh angka 2.190 liter. Angka
2.190 liter jika dikalikan dengan selisih Rp.2.900 maka diperoleh Rp.6.351.000.
Angka Rp.6.351.000/konsumen yang harusnya dikembalikan kepada konsumen yang
membeli pertamax namun mendapat pertalite. Selanjutnya tinggal mengalikan saja
dengan jumlah penduduk atau konsumen pengguna pertamax misal dikalikan jumlah
pengguna kendaraan bermotor roda 2 yaitu 112.771.136 (Jumlah Kendaraan Beroda 2 Tahun 2019 sumber Statistik
Transportasi Darat Badan Pusat Statistik Tahun 2022) diperoleh Rp.716.209.484.736.000.
Bagaimana dengan jenis kendaraan mobil penumpang?menurut sumber yang sama (Jumlah
Kendaraan Beroda 4 Tahun 2019 Statistik Transportasi Darat Badan Pusat Statistik
Tahun 2022) berjumlah 15.592.419 jika dikalikan dengan Rp.6.351.000 diperoleh
nilai Rp. 99.027.453.069.000. Sehingga total
dari jenis kendaraan roda 2 dan roda 4 diperoleh nilai kerugian konsumen sebesar
Rp.815.236.937.805.000, tentu nilai ini cukup menarik mengingat keuntungan dan
gaji para petinggi Perseroan Terbatas pemegang lisensi pengelolaan minyak di
negeri ini yang telah kita ketahui.
Sebagai
bentuk tanggung jawab terhadap konsumen dan negara, Perseroan seyogyanya menebus kesalahan manajerial dan
oknum pejabat perusahaan melalui ganti rugi kepada konsumen. Hal ini dilakukan juga
demi memulihkan reputasi positif serta mengembalikan kepercayaan dari konsumen
yang tidak cukup hanya melalui penyampaian permintaan maaf melalui media nasional.
Bagaimana dari sisi kerugian Negara akibat impor BBM ron 90 namun dengan harga BBM
ron 92?Tentu setali tiga uang Negara rugi masyarakatpun juga dirugikan. Dalam
hal perlindungan kepada konsumen, Negara memiliki lembaga bernama Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yang tugasnya memberikan jaminan dalam
memastikan bahwa hak-hak konsumen dilindungi dan dihormati. Dalam kasus oplosan/blending pertalite menjadi pertamax ini,
nyatanya BPKN tidak memiliki peran yang signifikan termasuk memperjuangkan dan mengusulkan
ganti rugi kepada konsumen yang telah dirugikan oleh Badan Usaha Milik Negara
ini.
Paska
terungkapnya kasus penipuan ini, banyak konsumen yang menginginkan transparansi
pengelolaan BBM di negeri ini. Mengingat banyak masyarakat yang patuh serta
sadar membeli BBM non subsidi demi membantu dan mendukung program pemerintah
pusat, meskipun kenyataannya mereka justru menjadi masyarakat yang tertipu oleh
pengelolaan BBM yang tidak benar. Lantas kedepannya apa yang dapat diusulkan
untuk mengatasi permasalahan yang kemungkinan akan muncul kembali di masa yang
datang? Pemerintah melalui lembaga pengawas dan perlindungan konsumen
seharusnya memiliki alat detector
dengan kemampuan minimal dapat mengetahui perbedaan BBM berjenis tertentu misal
pertalite yang berwarna hijau dengan pertamax yang berwarna biru, serta pertamax
yang berubah warna menjadi hijau. Menurut pendapat pejabat perusahaan melalui
media elektronik, perubahan warna diakibatkan oleh pemanasan alami sehingga
memudar. Sedangkan menurut pengamat perubahan warna disebabkan oleh pengoplosan,
mixing atau blending pertalite menjadi pertamax. Disinilah penggunaan kecerdasan
buatan dapat diterapkan dengan menggunakan Convolutional
Neural Network untuk mendeteksi perbedaan warna BBM tertentu berdasarkan
citra foto/citra 2 dimensi atau video/citra 3 dimensi dari sampel BBM. Convolutional Neural Network atau CNN
merupakan salah satu metode Deep Learning
dalam bidang kecerdasan buatan untuk computer yang dapat digunakan untuk
membedakan pola, tekstur, maupun warna berdasarkan data latih yang telah
diberikan sebelumnya. Hasil pelatihan kemudian dapat digunakan untuk membentuk
suatu sistem yang bekerja dengan menentukan tugas yang nyata untuk mengenali perbedaan
warna yang diberikan kepada sistem terlatih. Jika dianggap masih kurang cukup
pemerintah atau badan pengawas yang berwenang, dalam menerapkan teknologi untuk
pengawasan dapat juga menggunakan metode hybrid CNN dan Fuzzy Logic. Fuzzy Logic adalah penentuan suatu nilai antara nilai
0 dan 1, dengan sederhananya penentuan rentang nilai diantara nilai 0 dan 1
atau penentuan nilai diantara warna hijau pertalite dan warna biru pertamax. Nilai
rentang tersebut akan menjadi nilai tingkat blending
yang akan menentukan tingkat kemurnian dari jenis BBM yang akan
didistribusikan kepada konsumen.
Menerapkan
kecerdasaan buatan dalam membantu pengambilan keputusan adalah solusi alternatif
ditengah kondisi anjloknya kepercayaan terhadap tugas pengawasan oleh manusia
yang memiliki kekurangan koruptif, inkonsisten, dan tidak berintegritas.
Melalui alat smart detector yang
dipasang di setiap SPBU yang datanya dapat terkoneksi secara realtime kepada lembaga perlindungan
konsumen, maka konsumen atau masyarakat dapat melihat dan ikut andil dalam
pengawasan terhadap BBM yang mereka gunakan. Peran teknologi kecerdasan buatan
di masa datang akan semakin penting, dibutuhkan, dan lebih dipercaya dalam hal
membantu manusia untuk pengambilan keputusan yang tepat dan adil.
Komentar
Posting Komentar