Mengenalkan Pencak Aliran Tejokusuman Pada Wilayah Yang Mempunyai Tradisi Silat Tersendiri

Pencak Silat merupakan hasil cipta nenek moyang bangsa yang telah menjadi budaya bagi penduduk yang tinggal di tanah yang sering disebut sebagai nusantara. Sebelum era kemerdekaan Indonesia tahun 1945 kebutuhan bertahan hidup menjadikan silat sebagai pendidikan wajib yang dipelajari masyarakat pada saat itu. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan ilmu silat, menjadikan banyaknya bermunculan lembaga pendidikan ilmu silat yang kemudian lazim pada saat itu disebut sebagai padepokan. Padepokan silat berkembang dengan berbagai tambahan ilmu pengetahuan yang diajarkan tidak hanya silat, melainkan pengetahuan lain seperti ajaran kerohanian, baca dan tulis aksara, pengobatan, serta ilmu penanggalan waktu. Seiring kemudian meningkatnya kebutuhan Negara akan keberadaaan pasukan untuk mengamankan wilayahnya maka kemudian terciptalah hubungan antara padepokan silat sebagai lembaga pendidikan dengan kerajaan di wilayah tersebut. Dengan adanya hubungan tersebut maka bertambahlah bidang keilmuan yang diajarkan pada padepokan-padepokan yang berupa ilmu keprajuritan serta strategi pertempuran.Bidang keilmuan tersebut kemudian membentuk karakter serta ciri khas dari beberapa padepokan silat yang tumbuh dan berkembang. Karakter setiap padepokan silat kemudian lazim disebut sebagai aliran. Pada wilayah Jawa Barat berbagai macam aliran muncul dan memiliki perbedaan karakter atau aliran dengan padepokan silat yang berkembang di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perbedaan karakter tersebut memunculkan ciri khas yang dipengaruhi oleh medan atau alam sekitar wilayah kerajaan, strategi pertarungan yang didoktrinkan dari kerajaan kepada padepokan, serta teknologi persenjataan yang dipergunakan oleh kerajaan menjadikan perbedaan karakter silat menjadi beraneka ragam dan berbeda antara satu aliran dengan aliran yang lain di wilayah kerajaan yang berbeda.
Pada masa kini, dengan semakin berkembangnya keberadaan pencak silat era modern telah menjadikan pencak silat sebagai bagian dari pendidikan olahraga pilihan pada tingkat sekolah dasar, menengah, menengah atas, maupun perguruan tinggi. Pencak Silat juga semakin muncul sebagai salah satu pilihan profesi pada masyarakat, bahkan telah menjadi industri meskipun masih menyatu dengan industri perfilman. Derasnya budaya bela diri asing yang masuk beberapa kurun waktu yang lalu telah mampu dinetralisir dengan kembali bangkitnya industri film silat ditanah air. Padepokan silat seni di daerah tertentu juga kembali bangkit dan kembali diminati oleh masyarakat, bahkan telah muncul jargon-jargon sebagai kampung silat dengan nama perguruannya sendiri-sendiri.
Jargon padepokan atau perguruan yang seolah menempati wilayah tertentu tersebut kemudian menjadikan permasalahan baru mulai bermunculan. Permasalahan yang muncul diantaranya penguasaan wilayah yang seolah perguruan atau padepokan baru tidak diperkenankan untuk membuka perguruan di wilayah yang telah ditempati satu padepokan tertentu yang lebih dulu menempati wilayah tersebut dan memiliki massa atau murid yang lebih banyak. Permasalahan kedua adalah para politisi yang menjelang pemilhan kepala desa atau pemilihan umum ikut andil memanfaatkan keberadaan massa padepokan silat sebagai pendongkrak suara, yang pada akhirnya menimbulkan permusuhan antara satu perguruan dengan perguruan lain serta menjadikan anti simpati masyarakat terhadap keberadaan pencak silat. Permasalahan ketiga adalah ketidakharmonisan oknum-oknum antar perguruan silat yang menimbulkan perkelahian dan tawuran baik secara nyata di lapangan maupun pada media sosial juga ikut andil mengurangi simpati masyarakat dan menguatnya stigma negatif di masyarakat. Permasalahan keempat Pencak Tejokusuman memiliki histori yang cukup kuat terhadap perjuangan kemerdekaan, utamanya apabila dikaitkan dengan Kesultanan Mataram yang getol dalam memberikan perlawanan terhadap kolonial serta ikut andilnya kader perpi harimurti yang merupakan aliran pencak tejokusuman dalam ikut mempertahankan kemerdekaan sebagai laskar maupun pasukan regular tentara kemanan rakyat pada saat itu. Namun pencak tejokusuman juga memiliki histori yang negatif di wilayah jawa timur apabila dikaitkan dengan mataram masa Sultan Agung Hanyokrokusumo dimana saat itu terjadi upaya penaklukan dan perluasan wilayah Mataram yang bercorak Negara islam kepada kerajaan yang masih bercorak hindu seperti Pasuruan, Malang, Lumajang, dan Surabaya, sehingga menimbulkan perlawanan kuat warga jawa timur atau bang wetan pada saat itu dan sisa-sisa permusuhan yang masih tersisa dan tertanam pada generasi yang ada saat ini.
Dengan adanya keempat masalah tersebut upaya pelestarian pencak silat pun menjadi menemui kendala di hadapan para pamong masyarakat, maupun tokoh masyarakat, serta masyarakat di wilayah tersebut. Sebagai contoh di wilayah Malang Raya dimana tradisi silat di wilayah ini adalah pencak dor atau yang juga populer menyatu dengan Bantengan yang lebih mengarah pada seni pertunjukan dengan tambahan semacam ilmu debus atau kadang juga disebut sebagai kalap (semacam merasukkan roh penasaran atau membangkitkan saudara pada tubuh manusia), pada saat aliran pencak tejokusuman yang berasal dari negeri mataram dengan karakter yang berbeda dengan lebih mengandalkan suatu pemikiran yang logis atau lebih dipahami sebagai silat yang bisa dinalar dengan logika, diperkenalkan di wilayah yang punya tradisi sedikit berbeda, tentunya akan mendapatkan pertentangan meskipun dalam skala kecil dan sementara. Akibat adanya sedikit pertentangan tersebut maka tokoh masyarakat yang awam tentang dunia persilatan memandang keberadaan perguruan baru akan menimbulkan permusuhan dengan perguruan yang lebih dulu mengakar di wilayah tersebut, sehingga dikawatirkan muncul gesekan yang berujung pada kerusuhan. Sehingga pada akhirnya para tokoh masyarakat maupun pemangku kepentingan di wilayah tersebut merasa keberatan dan mengeluarkan himbauan kepada warga masyarakat untuk menghindarkan diri dan tidak menjadi bagian dari salah satu perguruan silat demi menjaga keamanan dan ketertiban di wilayahnya. Namun upaya untuk melestarikan pencak aliran tejokusuman dengan karakter silat yang mengutamakan anatomi tubuh, totokan simpul saraf, kebebasan dalam merangkai jurus, serta tanpa mengajarkan istilah-istilah yang dapat menimbulkan perdebatan disegi keyakinan atau agama menjadikan pencak aliran tejokusuman memiliki kemungkinan untuk dapat diterima menjadi 65% di luar wilayah yang dahulunya merupakan kerajaan mataram dalam hal ini Provinsi DIY dan Jawa Tengah. Lingkungan pendidikan juga dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya penyebaran perkembangan pencak tejokusuman dengan situasi yang relatif lebih aman dari kemungkinan gangguan konflik yang muncul di masyarakat. Namun, lingkungan pendidikan juga memiliki keterbatasan dimana pada satu sekolah hanya dapat menerima satu perguruan silat saja, dalam hal ini pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Berbeda dengan sekolah menengah atas yang memberikan ijin beberapa perguruan untuk membuka cabang dan perguruan tinggi yang memperbolehkan membuka unit kegiatan mahasiswa dengan minimal anggota awal 30 sampai dengan 40 orang anggota.
Pengenalan pencak tejokusuman di lingkungan kampung selain memiliki tantangan tersendiri juga memiliki nilai positif yang cukup besar, diantaranya adalah partisipasi kader atau anggota dalam keikutsertaan menjaga kemanan dan ketertiban lingkungan sebagai contoh wilayah yang sering disatroni pencuri dan kejahatan lain serta merta akan menjadi berkurang dengan keberadaan perguruan silat di lingkungan kampung, selain menjadikan shock terapi bagi tindak kejahatan keberadaan perguruan silat juga ikut menyemarakkan aksi peringatan hari ulang tahun kemerdekaan republik dengan ikut tampilnya kader perguruan dalam mengisi pentas seni sebagai bentuk kecintaan terhadap bangsa dan Negara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upaya Peningkatan Kinerja Melalui Penerapan Teknologi Informasi pada Pelaksanaan Program dan Kegiatan

Penerapan Koperasi Digital Pada Era Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0

Minilab Bahasa Indonesia Digital Sebagai Alat Komunikasi Universal Pemersatu Beragam Suku Bangsa Di Indonesia